DERMATITIS MEDIKA MENTHOSA
BAB I
PEMBAHASAN
A. Konsep
Dasar Penyakit
1.
Definisi
Dermatitis medikamentosa merupakan
lesi eritema dengan atau tanpa vesikula, berbatas tegas, dapat soliter atau
multipel. Terutama pada bibir, glans penis, telapak tangan atau kaki. Umumnya
karena reaksi dari obat-obatan yang masuk kedalam tubuh melalui mulut, suntikan
atau anal. Keluhan utama pada penyakit biasanya gatal dan suhu badan meninggi.
Gejala dapat akut, subakut atau kronik. Untuk lokalisasinya bisa mengenai
seluruh tubuh, timbul plak hiperpigmentasi tidak tegas.
.
2.
Epidemiologi
Dermatitis medikamentosa dapat diderita oleh semua jenis
umur, tidak tergantung pada jenis kelamin, tidak bergantung pada ras, bangsa,
serta iklim, semua orang berpotensi mengalami pada obat-obat tertentu. Pada
rumah sakit atau pusat pelayanan kesehatan lainya dermatitis medikamentosa efek
akut tidak banyak terjadi karena umumnya dilakukan tes alergi terlebih dahulu
untuk mengetahui efek dari obat tersebut.
3.
Etiologi
a. Obat-obatan
b. Zat-zat
kimia
4.
Faktor
Predisposisi
Faktor predisposisi tersebut dapat berupa faktor
fisik seperti dingin, panas atau hujan, kelelahan, aktifitas berlebihan
tertawa, menangis, berlari, olahraga. Faktor psikis berupa kecemasan, sedih,
stress atau ketakutan. Faktor lingkungan juga dapat memicu terjadinya
dermatitis medikamentosa.
5.
Gejala klinis
Pada umumnya
penderita dermatitis akan meneluh gatal, dimana gejala klinis lainnya
bergantung pada stradium penyakitnya.
a. Stadium
akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dansudasi
sehingga tampak basah.
b. Stadium
subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mongering menjadi kusta.
c. Stadium
kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan likenefikasi.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja
sejak awal suatu dermatitis sejak awal memberi gambaran klinis berupa kelainan
kulit stadium kronis. Mata
gatal, bersin-bersin, mengeluarkan ingus, batuk, gejala nafas sesak sampai terjadi serangan asma. Sering pula
muncul keluhan mual, muntah dan diare.
6.
Pemeriksaan fisik
a. Kulit : Seluruh kulit harus diperhatikan apakah ada peradangan kronik
seperti bekas garukan terutama daerah pipi dan lipatan - lipatan kulit daerah
fleksor.
b. Mata :
Diperiksa terhadap hyperemia, edema, secret mata yang berlebihan dan katarak
yang sering dihubungkan dengan penyakit atopi ataupun pengobatan
kortikosteroid.
c. Telinga : Telinga tengah dapat merupakan penyulut rhinitis alergi.
d. Hidung : Pada pemeriksaan hidung di bidang alergi ada beberapa
tanda yang sudah baku, walaupun tidak patognomonik misalnya :
1)
Allergic
salute : pasien menggunakan telapak
tangannya menggosok ujung hidungnya kearah atas untuk menghilangkan rasa gatal
dan melonggarkan sumbatan.
2)
Allergic
crease : garis melintang akibat
lipatan kulit ujung hidung.
3)
Allergic
shiners : daerah di bawah palpebra inferior menjadi gelap dan bengkak.
4)
Allergic
facies : terdiri dari pernafasan
mulut, allergic shiners dan kelainan gigi geligi.
5)
Mulut
dan osofaring pada rhinitis allergic, sering terlihat mukosa orofaring
kemerahan, edema atau keduanya.
6)
Dada : Diperiksa secara inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultrasi baik terhadap organ paru maupun jantung
7.
Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan laboratorium
1)
Jumlah
leukosit : Biasanya pada penyakit alergi jumlsh leukosit normal, kecuali kalau
disertai alergi.
2)
Sel
eusenofil pada secret, konjungtiva, hidung dan sputum.
3)
Serum
lgE total.: Meningkatnya serum ini menyokong adanya penyakit alergi, tetapi
hanya didapatkan pada sekitar 60 – 80 % pasien.
4)
lgE
spesifik : Maksudnya mengukur lgE terhadap allergen tertentu. Ini bisa
diperiksa secara invitro dengan cara RAST ( Radio Allergo Sorbent Test )
keuntungan pemeriksaan ini dibandingkan test kulit adalah resiko pada pasien
tidak ada, hasilnya kuantitatif, tidak dipengaruhi obat. Sedangakan kerugiannya
mahal, hasil tidak segera dapat dibaca dapat terjadi positif palsu atau
negative palsu.
b. Pemeriksaan radiologi: Dengan foto
dada, untuk melihat komplikasi asma dan foto sinus paranasal untuk melihat
komplikasi rhinitis, bila ada kecurigaan rhinitis akut maupun kronik maka
diperlukan pemeriksaan scanning sinus.
8.
Prognosis
Umumnya
baik.
9.
Therapy/ Pengobatan
Ada
beberapa cara untuk mengobati reaksi alergi. Pilihan tentang pengobatan
dan bagaimana cara pemberian
disesuaikan dengan gejala yang dirasakan.
a. Untuk jenis alergi biasa, seperti
reaksi terhadap debu atau bulu binatang, pengobatan yang dilakukan disarankan
adalah:
1) Prescription antihistamines, seperti
cetirizine (Zyrtec), fexofenadine (Allerga), dan Ioratadine (Claritin), dapat
mengurangi gejala tanpa menyebabkan rasa kantuk. Pengobatan ini dilakukan
sesaat si penderita mengalami reaksi alergi. Jangka waktu pemakaian hanya dalam
satu hari, 24 jam.
2) Nasal corticosteroid semprot. Cara
pengobatan ini dimasukkan ke dalam mulut atau melalui injeksi. Bekerja cukup
ampuh dan aman dalam penggunaan, pengobatan ini tidak menyebabkan efek samping.
Alat semprot bisa digunakan beberapa hari untuk meredakan reaksi alergi, dan
harus dipakai setiap hari. Contoh: fluticasone (Flonase), mometasone (Nasonex),
dan triamcinolone (Nasacort).
b. Untuk reaksi alergi spesifik.
Beberapa jenis pengobatan yang dapat dilakukan untuk menekan gejala yang
mengikuti :
1)
Epinephrine
2)
Antihistamines,
seperti diphenhydramine (Benadryl)
3)
Corticosteroids
c. Pengobatan lain yang bisa diberikan
jika dibutuhkan :
1) Pada orang tertentu, cromolyn sodium
semprot mencegah alergi rhinitis, inflamasi di hidung.
2) Decongestan dapat menghilangkan
ingus pada sinus. Tersedia dalam bentuk cairan yang dimasukkan ke mulut dan
semprot. Digunakan hanya beberapa hari, namun terjadi efek samping seperti
tekanan darah yang meningkat, detak jantung yang menguat, dan gemetaran.
10. Penatalaksanaan
Hentikan pemakaian obat-obat yang
diduga menyebabkan dermatitis medikamentosa(Aspirin, Salisilat, Sulfonamid,
Tetrasiklin, Penisilin), Salep kortikosteroid, Antihistamin, kortikosteroid
B. Konsep
Dasar asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a. Identitas dan riwayat kesehatan
pasien
b. Riwayat keperawatan: Tanyakan
tentang pola kebersihan individu sehari-hari, sarana dan prasarana yang
dimiliki, serta factor-faktor yang mempengaruhi personal hygine individu, baik
factor pendukung maupun factor penghambat.
c. Data subjektif :pasien melaporkan: Ada
peningkatan suhu tubuh, kemerahan, rasa terbakar, edema / pembengkakan, adanya
keluhan gatal-gatal
d. Data objektif : Terlihat adanya
lesi polimorf, timbul eritema, timbul edema pada kulit yang longgar misalnya :
muka (terutama palpebra dan bibir ), infiltrasi biasanya terdiri atas papul, disertai
bula / pustule, terlihat erosi / ekskoriasi dengan krusta, ada pengelupasan
kulit, fisura.
2.
Diagnosa Keperawatan
a. Resiko kerusakan kulit b.d terpapar
allergen d.d adanya
fisura, krusta, disertai bula / pustule, ada pengelupasan kulit, ada edema,
kemerahan, rasa terbakar.
b. Perubahan rasa nyaman b.d pruritus
ditandai dengan pasien melaporkan gatal, pasien terlihat menggaruk-garuk area
alergi.
c. Gangguan integritas kulit b.d
kekeringan pada kulit ditandai dengan kulit terlihat kusam dan kering.
3.
Rencana Tindakan keperawatan
NO
DX
|
TUJUAN DAN KRETERIA HASIL
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1
|
Setelah dilakukan tindakan 3x24
jam diharapkan kekeringan pada kulit berkurang dengan kriteria hasil: klien
akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik . dan turunnya
peradangan, ditandai dengan :
- Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit
- Berkurangnya derajat pengelupasan
kulit
- Berkurangnnya kemerahan
- Berkurangnya lecet karena garukan
- Penyembuhan area kulit yang telah
rusak
|
- Mandi paling tidak sekali sehari
selama 15 – 20 menit.
- Segera oleskan salep atau krim
yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala
meningkat
- Gunakan air hangat jangan panas.
- Gunakan sabun yang mengandung
pelembab atau sabun untuk kulit sensitive Hindari mandi busa
- Oleskan/berikan salep atau krim
yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari.
|
- Dengan mandi air akan meresap
dalam saturasi kulit.
- Pengolesan krim pelembab selama 2
– 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.
- Air panas menyebabkan vasodilatasi
yang akan meningkatkan pruritus.
- Sabun yang mengandung pelembab
lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering
dapat meningkatkan keluhan.
- Salep atau krim akan melembabkan kulit.
|
2
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam diharapkan paparan allergen berkurang dengan kriteria
hasil: klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan :
-
Menghindari alergen
|
- Ajari klien menghindari atau
menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui.
- Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah
atau di tempat kerja, bila memungkinkan.
|
- Menghindari alergen akan
menurunkan respon alergi.
- AC membantu menurunkan paparan
terhadap beberapa alergen yang ada di lingkungan.
|
3
|
Setelah dilakukan tindakan 3x24
jam diharapkan Pruritus berkurang dengan kriteria hasil: klien menunjukkan
berkurangnya pruritus, ditandai dengan:
- Berkurangnya lecet akibat garukan
- Klien tidur nyenyak tanpa
terganggu rasa gatal
- Klien mengungkapkan adanya
peningkatan rasa nyaman
|
- Cuci semua pakaian sebelum
digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia lain serta hindari
menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik.
- Gunakan deterjen ringan dan bilas
pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang tertinggal.
|
-
Pruritus
sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia atau
komponen pelembut pakaian.
-
Bahan
yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritasi.
|
4.
Implementasi
Implementasi merupakan tindakan
perawat yang dilakukan sesuai dengan intervensi.
5.
Evaluasi Proses
6.
Evaluasi
hasil
S : Subyektif, merupakan segala yang
dikatakan pasien
O : Obyektif, merupakan segala
sesuatu yang kita lihat dari pasien
A : Assessment, merupakan
implementasi yang sudah tercapai atau belum
P : Planning, merupakan rencana tindakan selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Brunner &
Suddart. (1996), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
-
Carpenito, L.J.
(2001) Handbook of Nursing Diagnosis (Buku terjemahan), Edisi.8. EGC,
Jakarta.
-
Doenges. ( 2000), Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
-
Mansjoer, A. (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Edisi.3,
Media Aesculapius FKUI, Jakarta.
Komentar
Posting Komentar