kenyang, lapar dan eliminasi fekal
kenyang, lapar dan masalah eleminasi fekal
A.
Proses Terjadinya Kenyang
Rasa kenyang dan lapar
memiliki hubungan yang sangat erat dalam mengatur inisiasi (pemulaian) dan
pengakhiran suatu proses makan. Secara singkat bisa dikatakan bahwa rasa
kenyang disebabkan setidaknya oleh interaksi antara efek mekanistis makanan
dalam lambung (berupa distensi atau penggembungan lambung oleh makanan) dengan
efek kimia dari makanan berupa pelepasan hormon-hormon tertentu seperti
Kolesistokinin dari usus halus.
Berbagai zat gizi yang
terdapat dalam makanan seperti lemak, protein, karbohidrat bisa merangsang
produksi hormon yang menghantarkan sinyal rasa kenyang seperti Kolesistokinin
ke otak untuk diproses. Zat lain, seperti air putih yang tidak memiliki
kandungan zat gizi tersebut tidak mampu menimbulkan rasa kenyang yang memuaskan
karena tidak adanya penghantaran sinyal kenyang tersebut ke otak. Manipulasi
rasa kenyang karena distensi lambung kadang digunakan untuk terapi kegemukan
yang berlebihan. Kadang lambung dioperasi menjadi lebih kecil agar
cepat mencapai rasa kenyang ketika makan, kadang pula balon dipasang di
dalam lambung untuk mengurangi tempat yang bisa terisi makanan namun tetap
menimbulkan rasa kenyang. Kedua metode makanis tersebut ternyata terbukti bisa
menurunkan berat badan dan memperbaiki kondisi metabolisme pasien kegemukan.
Pasien menjadi cepat merasa kenyang dan menyebabkan jumlah energi yang
dikonsumsi jauh berkurang.
B.
Proses Terjadinya Lapar
Lapar
dapat terjadi karena adanya stimulasi dari suatu faktor lapar, yang akan mengirimkan
impuls tersebut ke pusat lapar di otak, yakni hipotalamus bagian lateral,
tepatnya di nucleus bed pada otak tengah yang berikatan serat
pallidohypothalamus. Otak inilah yang akan menimbulkan rasa lapar pada manusia.
Setelah tubuh mendapat cukup nutrisi yang ditentukan oleh berbagai faktor, maka
akan mengirim impuls ke pusat kenyang yakni di nucleus ventromedial di
hipotalamus. Kemudian tubuh akan
merasa puas akan makan, sehingga kita akan berhenti makan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi rasa lapar pada manusia
adalah
1.
Hipotesis lipostatik leptin yang terdapat di jaringan adiposa akan menghitung
atau mengukur persentase lemak dalam sel lemak di tubuh, apabila jumlah lemak
tersebut rendah, maka akan membuat hipotalamus menstimulasi kita untuk merasa
lapar dan makan.
2.
Hipotesis hormon peptida pada organ pencernaan makanan yang ada di dalam saluran gastrointestinal akan
merangsang munculnya satu atau lebih peptida, contohnya kolesitokinin.
Kolesitokinin berperan dalam menyerap nutrisi makanan. Apabila jumlah
kolesitokinin dalam GI rendah, maka hipotalamus akan menstimulasi kita untuk
memulai pemasukan makanan ke dalam tubuh.
3.
Hipotesis Glukostatik
Rasa lapar juga dapat ditimbulkan karena kurangnya glukosa dalam darah.
Makanan yang kita makan akan diserap tubuh dan sari-sarinya (salah satunya
glukosa) akan
dibawa oleh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh, jika dalam darah kekurangan
glukosa, maka
tubuh kita akan memerintahkan otak untuk memunculkan rasa lapar dan biasanya
ditandai dengan pengeluaran asam lambung.
4.
Hipotesis Termostatik
Apabila suhu dingin atau
suhu tubuh kita di bawah set point, maka hipotalamus akan meningkatkan nafsu
makan kita. Teori produksi panas yang dikemukakan oleh Brobeck menyatakan bahwa
manusia lapar saat suhu badannya turun, dan ketika naik lagi, rasa lapar
berkurang. Inilah salah satu yang bisa menerangkan mengapa kita cenderung lebih
banyak makan di waktu musim hujan/dingin.
5.
Neurotransmitter
Neurotransmitter
memiliki berbagai jenis dan berpengaruh terhadap nafsu makan. Misal adanya
norepinephrine dan neuropeptida Y akan membuat kita mengkonsumsi karbohidrat.
Apabila adanya dopamine dan serotonine, maka kita tidak mengkonsumsi
karbohidrat.
6.
Kontraksi di Duodenum dan Lambung
Kontraksi yaitu
kontraksi yang terjadi bila lambung telah kosong selama beberapa jam atau
lebih. Kontraksi ini merupakan kontraksi peristaltik yang ritmis di dalam
korpus lambung. Ketika kontraksi sangat kuat, kontraksi ini bersatu menimbulkan
kontraksi tetanik yang kontinius selama 2-3 menit. Kontraksi juga dapat sangat
ditingkatkan oleh kadar gula darah yang rendah. Bila kontraksi lapar terjadi
tubuh akan mengalami sensasi nyeri di bagian bawah lambung yang disebut hunger
pangs (rasa nyeri mendadak waktu lapar. Hunger pans biasanya tidak terjadi
sampai 12 hingga 24 jam sesudah makan yang terakhir. Pada kelaparan, hunger
pangs mencapai intesitas terbesar dalam waktu 3-4 hari dan kemudian melemah
secara bertahap pada hari-hari berikutnya.
7.
Psikososial
Rasa lapar tidak dapat
sepenuhnya hanya dijelaskan melalui komponen biologis. Sebagai manusia, kita
tidak dapat mengesampingkan bagian prikologis kita, komponen belajar dan
kognitif (pengetahuan) dari lapar. Tak seperti makhluk lainnya, manusia
menggunakan jam dalam rutinitas kesehariannya, termasuk saat tidur dan makan.
Penanda waktu ini juga memicu rasa lapar.
Kebiasaan juga
mempengaruhi rasa lapar. Seperti orang normal yang biasa makan 3 kali sehari
bila kehilangan 1 waktu makan, akan merasa lapar pada waktunya makan walaupun
sudah cukup cadangan zat gizi dalam jaringan-jaringannya.
Saat berenang, tubuh
akan menggunakan energy sebesar 500 kalori per jamnya. Semakin lama berenang
makan jumlah energy yang terpakai pun semakin besar. Hal ini akan menurunkan
kadar gula didalam tubuh. Penurunan kadar gula dalam darah akan menimbulkan
rasa lapar, yang menimbulkan suatu perilaku yang disebut teori glukostatik
pengaturan rasa lapar dan perilaku makan, teori lipostatik dan teori aminostatik.
C. Keadaan Puasa
Keadaan
puasa adalah keadaan di antara waktu makan, keadaan ini juga disebut post
absorptif . Pada keadaan ini tubuh harus mempertahankan kadar normal glukosa
darah untuk memenuhi kebutuhan energi. Glukosa diperoleh dari glikogen, protein
jaringan dan lemak.
1. Sel-sel
hati melepas glukosa dari cadangan glikogen (glikogenolisis) sehingga dapat
mempertahankan kadar normal gula darah selama empat jam.
2. Glukogenesis
menyediakan glukosa dari sumber-sumber lain, seperti gliserol, asam piruvat,
asam laktat, dan asam keto. Asam lemak tidak dapat diubah menjadi glukosa,
tetapi tubuh dapat menggantinya dengan katabolisme asam lemak untuk memberikan
energi dan memberikan glukosa pada sistem saraf.
3. Jika
puasa diperpanjang dan setelah cadangan glikogen dan lemak habis maka protein
jaringan akan menjadi sumber glukosa.
D. Proses Eliminasi Sisa Pencernaan
Buang air besar (biasanya disingkat menjadi BAB) atau
defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang
berasal dari sistem pencernaan mahkluk hidup.
Mekanismenya yaitu sebagai berikut
:
1. Gerakan peristaltis dari otot-otot
dinding usus besar menggerakkan tinja dari saluran pencernaan menuju ke rektum. Pada rektum terdapat bagian yang
membesar (disebut ampulla) yang
menjadi tempat penampungan tinja sementara. Otot-otot pada dinding rektum yang
dipengaruhi oleh sistem saraf sekitarnya dapat membuat suatu rangsangan untuk
mengeluarkan tinja keluar tubuh. Jika tindakan pembuangan terus ditahan atau
dihambat maka tinja dapat kembali ke usus besar yang menyebabkan air pada tinja
kembali diserap, dan tinja menjadi sangat padat. Jika buang air besar tidak
dapat dilakukan untuk masa yang agak lama dan tinja terus mengeras, konstipasi dapat terjadi. Sementara, bila ada
infeksi bakteri atau virus di usus maka secara refleks usus akan mempercepat laju tinja
sehingga penyerapan air sedikit. Akibatnya, tinja menjadi lebih encer sehingga perut terasa mulas dan dapat terjadi pembuangan secara
tanpa diduga. Keadaan demikian disebut dengan diare.
2. Ketika rektum telah penuh, tekanan
di dalam rektum akan terus meningkat dan menyebabkan rangsangan untuk buang air
besar. Tinja akan didorong menuju ke saluran anus. Otot sphinkter pada anus
akan membuka lubang anus untuk mengeluarkan tinja.
3. Selama buang air besar, otot dada, diafragma, otot dinding abdomen, dan diafragma pelvis menekan saluran cerna. Pernapasan
juga akan terhenti sementara ketika paru-paru menekan diafragma dada ke bawah
untuk memberi tekanan. Tekanan
darah meningkat
dan darah yang dipompa menuju jantung meninggi.
Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulosa yang tidak
direncanakan dan zat makanan lain yang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh,
berbagai macam mikroorganisme, sekresi kelenjar usus, pigmen empedu, dan cairan
tubuh. feaes yang normal terdiri atas masa padat, berwarna coklat karena
disebabkan ole;h mobilitas sebagai hasil reduksi pigmen empedu dan usus kecil.
Secara umum, terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi yaitu pertama, refieks, defekasi intrinsik yang dimulai dari adanya zat sisa makanan (feses) dalam rektum sehingga terjadi distensi, kemudian flexus mesenterikus merangsang gerakan peristaltik, dan akhirnya feses sampai di anus, lalu pada saat sfingter interna relaksasi, maka terjadilah proses defekasi. Kedua, refieks defekasi parasimpatis. Adanya feses dalam rektum yang merangsang saraf rektum, ke spinal cord, dan merangsang ke kolon desenden, ke;mudian ke sigmoid, lalu ke rektum dengan gerakan peristaltik dan akhirnya terjadi relaksasi sfingte:r interna, maka terjadilah proses defekasi saat sfingter interna berelaksasi.
Secara umum, terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi yaitu pertama, refieks, defekasi intrinsik yang dimulai dari adanya zat sisa makanan (feses) dalam rektum sehingga terjadi distensi, kemudian flexus mesenterikus merangsang gerakan peristaltik, dan akhirnya feses sampai di anus, lalu pada saat sfingter interna relaksasi, maka terjadilah proses defekasi. Kedua, refieks defekasi parasimpatis. Adanya feses dalam rektum yang merangsang saraf rektum, ke spinal cord, dan merangsang ke kolon desenden, ke;mudian ke sigmoid, lalu ke rektum dengan gerakan peristaltik dan akhirnya terjadi relaksasi sfingte:r interna, maka terjadilah proses defekasi saat sfingter interna berelaksasi.
E. Masalah Eliminasi Fekal .
1. Konstipasi yaitu
menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras,
dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini
terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air
diserap. Ada pun penyebab konstipasi:
a. Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti
sibuk, bermain, pindah tempat, perubahan dari kebiasaan rutin dapat dengan
cepat merubah pola defekasi.
b. Diet tidak sempurna/ adekuat: misalnya
kurang makanan berserat, kunyahan makanan yang kurang halus, kurang mengonsumsi
air/ cairan.
c. Pemasukan dan pengeluaran cairan
tidak sempurna (lebih banyak pengeluaran) maka tubuh akan kekurangan cairan dan
akan terjadi penyerapan cairan di usus yang mengakibatkan feses keras.
d. Meningkatnya stress psikologik. Depresi
akan memperlambat peristaltic usus/ konstipasi.
e. Kurang olah raga atau kurang
bergerak.
f. Mengonsumsi obat-obatan: kodein,
morphin, anti kolinergik, zat besi.
g. Penggunaan obat pencahar/ laksatif
menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga reflek BAB hilang. Laksatif
mengosongkan isi pencernaan sehingga memerlukan waktu untuk mengisi kolon
bagian bawah.
h. Usia
i.
Penyakit-penyakit:
obstruksi usus, paralistik ileus, kecelakaan pada spinal cord, tumor
2. Impaction, merupakan
akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang keras di
rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada
kolon sigmoid.
3. Diare, merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak
berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi
di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi
mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.
4. Inkontinensia
fecal, yaitu suatu
keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya
banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit
neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada
situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar
secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.
5. Flatulens, yaitu
menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended, merasa
penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus
(flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan
makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang
menghasilkan CO2.
6. Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa
internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan,
gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah
jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan,
maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien,
karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton,
Arthur C. 1992. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit (Human Phisiology
and Mechanism of Disease ). Jakatra : EGC
Potter. 2005. Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC.
Komentar
Posting Komentar