ASKEP LEUKIMIA LIMFOSIT KRONIS


PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Leukimia limfosit kronik merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 – 70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala. Penyakit baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit. . Leukemia tergolong kronis bila ditemukan ekspansi dan akumulasi dari sel tua dan sel muda (Tejawinata, 1996).
Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit (salah satu jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar getah bening.
Leukemia limfositik kronis (LLK) adalah jenis kanker darah dan sumsum tulang – jaringan kenyal di dalam tulang tempat sel darah dibuat. Pengertian Kronis dalam leukemia limfositik kronis berasal dari kenyataan bahwa biasanya berkembang lebih lambat dibandingkan dengan jenis leukemia lainnya . Istilah “limfositik” pada leukemia limfositik kronis berasal dari sel-sel yang terkena penyakit – sekelompok sel darah putih yang disebut limfosit, yang membantu memerangi infeksi tubuh Anda.


B.     Etiologi
Penyebab LLA sampai sekarang belum jelas, namun kemungkinan besar karena virus (virus onkogenik).
Faktor lain yang berperan antara lain:
1.    Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia (benzol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).
2.    Faktor endogen seperti ras
3.    Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telur).
Faktor predisposisi:
1.    Faktor genetik: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T cell leukimia-lymphoma virus/HTLV)
2.    Radiasi ionisasi: lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker sebelumnya
3.    Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti neoplastik.
4.    Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
5.    Faktor herediter misalnya pada kembar satu telur
6.    Kelainan kromosom
Jika penyebab leukimia disebabkan oleh virus, virus tersebut akan mudah masuk ke dalam tubuh manusia jika struktur antigen virus tersebut sesuai dengan struktur antigen manusia. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh(antigen jaringan). Oleh WHO, antigen jaringan ditetapkan dengan istilah HL-A (human leucocyte locus A). Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut hukum genetika sehingga peranan faktor ras dan keluarga sebagai penyebab leukemia tidak dapat diabaikan.
C.    Patofisiologi
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan karena terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini sering disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan sel darah normal.
Terdapat dua mis-konsepsi yang harus diluruskan mengenai leukemia, yaitu:
1.      Leukemia merupakan overproduksi dari sel darah putih, tetapi sering ditemukan pada leukemia akut bahwa jumlah leukosit rendah. Hal ini diakibatkan karena produksi yang dihasilkan adalah sel yang immatur.
2.      Sel immatur tersebut tidak menyerang dan menghancurkan sel darah normal atau jaringan vaskuler. Destruksi seluler diakibatkan proses infiltrasi dan sebagai bagian dari konsekuensi kompetisi untuk mendapatkan elemen makanan metabolik.
Ketika leukemia mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut leukemia limfositik. Pada awalnya penambahan jumlah limfosit matang yang ganas terjadi di kelenjar getah bening. Kemudian menyebar ke hati dan limpa, dan keduanya mulai membesar.Masuknya limfosit ini ke dalam sumsum tulang akan menggeser sel-sel yang normal, sehingga terjadi anemia dan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di dalam darah. Kadar dan aktivitas antibodi (protein untuk melawan infeksi) juga berkurang. Sistem kekebalan yang biasanya melindungi tubuh terhadap serangan dari luar, seringkali menjadi salah arah dan menghancurkan jaringan tubuh yang normal.



PATHWAY
Virus, bahan kimia, obat
 
Mempengaruhi sumsum tulang belakang
Kerusakan sumsum tulang belakang
Leukemia mempengaruhi sel limfosit
Anemia
Kadar Hb menurun
Tubuh kekurangan O2
Tidak mampu memasukan dan mencerna makanan
Penurunan leukosit
Daya tahan tubuh menurun
Trombosit menurun
Terjadi perdarahan
RESIKO INFEKSI
KTIDAKSEIMBANGAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH
Epistaxis, petekia
KURANG PENGETAHUAN
HIPERTERMI
Kelemahan fisik
INTOLERANSI AKTIVITAS
Limfosit matang yang ganas di kelenjar getah bening
Penyebaran limfosit ke hati dan limpa
Pembesaran hati dan limpa
Distensi abdomen
Kurang terpajannya informasi
NYERIAKUT
Limfosit masuk BM
Pergeseran sel-sel normal
Leukemia limfosit
Leukemia
Ploriferasi sel pembuat darah bersifat sistemik  
 


















D.    Gejala klinis
1.      Anemia
Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak yang menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
2.      Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi
Disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara otomatis akan menurunkan daya tahan tubuh karena leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan daya tahan tubuh tidak dapat bekerja secara optimal.
3.      Perdarahan
Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.
4.      Penurunan kesadaran
Disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat menyebabkan     berbagai gangguan seperti kejang sampai koma.
5.      Penurunan nafsu makan
6.      Kelemahan dan kelelahan fisik
.
E.     Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat adalah adanya pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapat sel blast (menunjukkan gejala patogonomik untuk leukemia).
Pemeriksaan sumsum tulang ditemukan gambaran monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).
Pemeriksaan biopsi limfa memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limfa yang terdesak seperti: limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell.
70 – 90% dari kasus leukemia Mielogenus Kronis (LMK) menunjukkan kelainan kromosom yaitu kromosom 21 (kromosom Philadelphia atau Ph 1).
50 – 70% dari pasien  Leukemia Mielogenus Akut (LMA) mempunyai kelainan berupa:
1.      Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid
2.      Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid (2n+a)
3.      Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)
4.      Terdapat marker kromosom yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan kromosom normal, dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil. Untuk menentukan pengobatannya harus diketahui jenis kelainan yang ditemukan. Pada leukemia biasanya didapatkan dari hasil darah tepi berupa limfositosis lebih dari 80% atau terdapat sel blast. Juga diperlukan pemeriksaan dari sumsum tulang dengan menggunakan mikroskop elektron akan terlihat adanya sel patologis

F.     Penatalaksanaan
1.      Program terapi
Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty Tejawinata, 1996) yaitu:
a.       Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:
1)      Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk mengatasi anemi. Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah trombosit kurang dari 10.000/mm³, maka diperlukan transfusi trombosit.
2)      Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
b.      Pengobatan spesifik
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal. Pelaksanaannya tergantung pada kebijaksanaan masing-masing rumah sakit, tetapi prinsip dasar pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1)      Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk mengatasi kanker sering disebut sitostatika (kemoterapi). Obat diberikan secara kombinasi dengan maksud untuk mengurangi sel-sel blastosit sampai 5% baik secara sistemik maupun intratekal sehingga dapat mengurangi gejala-gajala yang tampak.
2)      Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang tersisa tidak memperbanyak diri lagi.
3)      Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat
4)      Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi
2.      fase Pelaksanaan Kemoterapi:
a.       Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan di dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kuurang dari 5%.
b.      Fase profilaksis sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan hydrocortison melalui intratekal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
c.       Konsolidasi
Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.

G.    Prognosis
Sebagian besar LLK berkembang secara perlahan. Prognosisnya ditentukan oleh stadium penyakit.
Penentuan stadium berdasarkan kepada beberapa faktor, seperti:
1.      jumlah limfosit di dalam darah dan sumsum tulang
2.      ukuran hati dan limpa
3.      ada atau tidak adanya anemia
4.      jumlah trombosit.




KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN
1.      Anamnesa
a.       Identitas.
b.      Keluhan utama.
c.       Riwayat kesehatan sekarang.
d.      Riwayat kesehatan yang lalu.
e.       Riwayat kesehatan keluarga.
2.      Pemeriksaan fisik
a.       Aktivitas
Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan
Tanda : kelemahan otot, somnolen.
b.      Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.
c.       Eliminasi
Gejala : diare, nyeri, feses hitam, darah pada urin, penurunan haluaran urine.
d.      Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, hipertropi gusi (infiltrasi gusi
mengindikasikan leukemia monositik akut).
e.       Integritas ego
Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
Tanda : depresi, ansietas, marah.
f.       Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing, kesemutan.
Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
g.      Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
Tanda : gelisah, distraksi.
h.      Pernafasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal.
Tanda : dispnea, takipnea, batuk.
i.        Keamanan
Gejala : riwayat infeksi saat ini / dahulu, jatuh, gangguan pengihatan, perdarahan
spontan, tak terkontrol dengan trauma minimal. Tanda : demam, infeksi, purpura, pembesaran nodus limfe, limpa atau hati.

B.     DIAGNOSA
1.      Hipertermi berhubungan dengan menurunnya daya tahan tubuh ditandai dengan suhu tubuh meningkat
2.      Nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen ditandai dengan pasien meringis
3.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu memasukan dan mencerna makanan ditandai dengan pasien tidak mampu mengunyah dan menelan
4.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen ditandai dengan pasien tidur dan semua ADL(activity daily live) dibantu.
5.      Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan leukosit yang menyebabkan penurunan daya tahan tubuh
6.      Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, dan tidak akurat dalam mengikuti instruksi/pencegahan komplikasi.

C.    INTERVENSI
1.      DX  1: Hipertermi berhubungan dengan menurunnya daya tahan tubuh ditandai dengan suhu tubuh meningkat
Tujuan dan criteria hasil: Setelah diberikan asuhan  keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan suhu tubuh pasien normal dengan criteria hasil
- Suhu tubuh antara (36 – 37)0C

Intervensi :
a.       Kaji suhu tubuh pasien
Rasional : mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensi
b.      Beri kompres air hangat
Rasional : mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air     hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
c.       Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi)
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
d.      Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat.
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
e.       Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi.
Rasionla : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien


2.      DX 2 : Nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen ditandai dengan pasien meringis

Tujuan dan criteria hasil : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri  klien berkurang/hilang dengan kriteria hasil:
-          Klien melaporan nyeri bekurang atau hilang skala (3-1)
-          Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas

Intervensi
a.       Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
Rasional : Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.
b.      Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya
Rasional : Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan komplikasi
c.       Ajarkan tenik ROM
Rasional : Untuk melancarkan peredaran darah sehingga nyeri berkurang
d.      Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV
Rasional : Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri

3.      DX 3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adanya pengangkut nutrisi ke sel ditandai dengan pasien terlihat lemas
Tujuan dan criteria hasil : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dengan criteria hasil:
-Pasien tidak lemas
-Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
- Menunjukkan berat badan yang seimbang.

Intervensi :
a.       Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
b.      Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan
c.       Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan)
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
d.      Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan  juga mencegah distensi gaster.
e.       Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral

4.      DX 4 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen ditandai dengan pasien tidur dan semua ADL(activity daily live) dibantu.
Tujuan dan criteria hasil : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan aktivitas terlaksana dengan criteria hasil : -ADL mandiri
Intervensi :
a.       Kaji tingkat kebutuhan pemenuhan ADL klien.
Rasionalisasi : mengetahui tingkat kebutuhan ADL klien.
b.      Bantu pasien dalam memenuhi aktivitasnya
Rasional : memudahkan pasien melakukan ADL
c.       HE pentingnya istirahat total untuk kesembuhan
Rasional : memberi pengetahuan kepada keluarga dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas ADL
d.      Mobilisasi secara bertahap bila keadaan sudah memungkinkan/bebas panas 3 hari
Rasional : melatih pemenuhan ADL secara mandiri
5.      DX 5 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan leukosit yang menyebabkan penurunan daya tahan tubuh
Tujuan dan criteria hasil : setelah diberikan asuhan keperawatan selam 3x24 jam  diharapkan pasien dapat mencegah/menurunkan resiko infeksi dengan criteria hasil:
-Pasien menunjukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan keamanan linkungan untuk meningkatkan penyembuhan
Intervensi
a.       Tempatkan pada ruangan khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : melindungi dari sumber potensial pathogen/infeksi
b.      Berikan protokol untuk mencuci tangan yang baik untuk semua petugas dan pengunjung.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi.
c.       Awasi suhu. Perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan kemoterapi.
Rasional : hipertermia lanjut terjadi pada beberapa tipe infeksi, dan demam (tak berhubungan dengan obat atau produk darah) terjadi pada kebanyakan pasien leukemia. C
d.      Cegah menggigil: tingkatkan cairan.
Rasional : membantu menurunkan demam, yang menambah ketidakseimbangan cairan, ketidaknyamanan, dan komplikasi SSP.
e.       Dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, batuk.
Rasional :mencegah stasis secret pernafasan, menurunkan resiko atelektasis/pneumonia.
f.       Auskultasi bunyi napas, perhatikan gemericik, ronki : inspeksi sekresi terhadap perubahan karakteristik, contoh peningkatan produksi sputum atau sputum kental, urine bau busuk dengan berkemih tiba-tiba atau rasa terbakar.
Rasional : intervensi dini penting untuk mencegah sepsis/septisemia pada individu imunosupresi.
g.      Inpeksi kulit untuk nyeri tekan, area eritematosus: luka terbuka. Bersihkan kulit dengan larutan antibacterial.
Rasional : mengindikasikan infeksi local, catatan : luka terbuka dapat tidak menghasilkan pus karena insufisiensi jumlah granulosit.
h.      Inpeksi membrane mukosa mulut. Berikan bersihkan mulut baik. Gunakan sikat gigi halus untuk perawatan mulut sering.
Rasional : rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisma.

6.      DX 6 : Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, dan tidak akurat dalam mengikuti instruksi/pencegahan komplikasi.

Tujuan dan criteria hasil : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien mengetahui informasi tentang penyakitnya dengan criteria hasil:
- melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen  perawatan.

Intervensi :
a.       Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga     tentang penyakitnya.
b.      Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c.       Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanannya
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses kesembuhan
d.      Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan perawatan diri dan lingkungan bagi anggota    keluarga yang sakit.
Rasional : perawatan diri (mandi, toileting, berpakaian/berdandan) dan kebersihan lingkungan penting untuk menciptakan perasaan nyaman/rileks klien sakit.
e.       Minta klien/keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai  keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
D.    IMPLEMENTASI
SESUAI DENGAN INTERVENSI
E.     EVALUASI
1.      DX 1: - Suhu tubuh antara (36 – 37)0C
2.      DX 2:  -Klien melaporan nyeri bekurang atau hilang skala (3-1)
          -Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
3.      DX 3:  -Pasien tidak lemas
                        -Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
                        - Menunjukkan berat badan yang seimbang.
4.      DX 4: -ADL mandiri
5.      DX 5: -Pasien menunjukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan keamanan linkungan untuk meningkatkan penyembuhan
6.      DX 6:  - melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
          - memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen      perawatan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol.2.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Carpenito-moyet,Lynda Juall,2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doenges,Marilyn.dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Santosa,Budi,2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda.Prima Medika.









Komentar

Postingan Populer